Menjadi
tukang sampah di Indonesia tidak semudah di Inggris. Mereka harus bungkam dan
tak boleh banyak menuntut, kalau tidak ingin kehilangan pekerjaan.
Jakarta, kota metropolitan yang sekaligus menjadi pusat
pemerintahan di Negara Kepulauan. Gedung-gedung pencakar langit mendominasi
tata ruang kota. Rumah mewah bisa dijumpai dengan setiap jengkal langkah. Mall-mall
dengan berbagai merk andalannya pun berdiri kokoh di kota ini. Namun, di tengah
hiruk pikuknya Jakarta yang membuat terlena, ada suatu daerah di sudut kota
yang keadaannya sangat memprihatinkan. Orang-orang di daerah tersebut tinggal
pada suatu pemukiman kumuh yang sebenarnya tidak layak huni. Rata-rata
penduduknya miskin dan berpenghasilan rendah. Mata pencaharian mereka sebagian
besar sebagai tukang sampah dan pemulung.
Hal ini telah menggelitik Wilbur, seorang tukang sampah
dari Inggris untuk mencoba merasakan bagaimana rasanya menjadi tukang sampah di
Indonesia. Kegiatannya ini
didokumentasikan dalam film pendek berjudul “Toughest
Place to be a Bindman”. Ia menjalani kerasnya kehidupan Jakarta selama 10
hari lamanya dan menetap sementara di rumah seorang warga bernama Imam Syafii.
Imam yang tinggal bersama istri dan satu orang anaknya tersebut menerima
kedatangan Wilbur dengan baik. Ia juga menjelaskan banyak hal yang ingin
diketahui oleh Wilbur tentang Jakarta, bahkan Imam mengajak Wilbur untuk turut
serta dalam melakoni pekerjaannya sehari-hari sebagai tukang sampah.
Dalam kesehariannya menjadi tukang sampah di Jakarta,
Wilbur menjalankan berbagai pekerjaan seperti yang biasa dilakukan oleh Imam. Ia turut serta
berkeliling kompleks untuk mengambil sampah dari rumah ke rumah, membersihkan
sampah yang ada di jalan, sampai membersihkan got depan rumah seorang warga. Ia
bersamaan dengan Imam juga harus berangkat bekerja jam 6 pagi dan baru kembali
pada sore hari. Pada titik ini, Wilbur merasa kagum dan tersentuh karena banyak
belajar tentang perjuangan hidup dan kerja keras. Ia menyadari bahwa ternyata yang
ia alami sebagai tukang sampah di Inggris sangat berbeda dengan yang dialami
Imam yang juga seorang tukang sampah di negara Indonesia.
Wilbur menemukan banyak perbedaan antara tukang sampah di
Indonesia dengan di Inggris yang antara lain meliputi jam kerja, upah, jaminan
kesehatan, dan lain-lainnya. Rupanya pekerjaan sebagai tukang sampah di
Indonesia masih saja dipandang rendah, berbeda dengan di Inggris yang
menganggap tukang sampah adalah salah satu orang yang berjasa. Pandangan
sebelah mata itu ditunjukkan dengan orang-orang yang tidak pernah mengucapkan
terimakasih usai si tukang sampah memenuhi kewajibannya, upah minimum yang rendah,
termasuk juga melarang para tukang sampah melakukan hal yang macam-macam atau
menuntut apapun, sekalipun itu untuk memperjuangkan hak mereka. Mereka pun
memilih bungkam dalam kepasrahan, daripada melawan dan harus kehilangan
pekerjaan.
Dari perjalanan dan kunjungannya selama 10 hari di
Jakarta ini, Wilbur mendapat banyak pelajaran terutama tentang kerja keras,
keikhlasan, serta kerendahan hati Imam dan kawan-kawan. Pertemuannya dengan
Imam ini makin mengajarkannya untuk bersyukur dan mencintai apa yang ia miliki.
Kisah singkatnya ini telah membuka mata kita tentang bagaimana sebenarnya nasib tukang
sampah di negeri kita sendiri. Kita pun kini belajar untuk lebih menghargai
profesi yang banyak dipandang sebelah mata tersebut. Tidak hanya itu,
pemerintah juga sudah saatnya bertindak dalam peningkatan kesejahteraan tukang
sampah di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar