Black Moustache

Sabtu, 10 Mei 2014

Mari Membuka Mata; Tukang Sampah di Indonesia



Menjadi tukang sampah di Indonesia tidak semudah di Inggris. Mereka harus bungkam dan tak boleh banyak menuntut, kalau tidak ingin kehilangan pekerjaan.
            
 Jakarta, kota metropolitan yang sekaligus menjadi pusat pemerintahan di Negara Kepulauan. Gedung-gedung pencakar langit mendominasi tata ruang kota. Rumah mewah bisa dijumpai dengan setiap jengkal langkah. Mall-mall dengan berbagai merk andalannya pun berdiri kokoh di kota ini. Namun, di tengah hiruk pikuknya Jakarta yang membuat terlena, ada suatu daerah di sudut kota yang keadaannya sangat memprihatinkan. Orang-orang di daerah tersebut tinggal pada suatu pemukiman kumuh yang sebenarnya tidak layak huni. Rata-rata penduduknya miskin dan berpenghasilan rendah. Mata pencaharian mereka sebagian besar sebagai tukang sampah dan pemulung.
            Hal ini telah menggelitik Wilbur, seorang tukang sampah dari Inggris untuk mencoba merasakan bagaimana rasanya menjadi tukang sampah di Indonesia.  Kegiatannya ini didokumentasikan dalam film pendek berjudul “Toughest Place to be a Bindman”. Ia menjalani kerasnya kehidupan Jakarta selama 10 hari lamanya dan menetap sementara di rumah seorang warga bernama Imam Syafii. Imam yang tinggal bersama istri dan satu orang anaknya tersebut menerima kedatangan Wilbur dengan baik. Ia juga menjelaskan banyak hal yang ingin diketahui oleh Wilbur tentang Jakarta, bahkan Imam mengajak Wilbur untuk turut serta dalam melakoni pekerjaannya sehari-hari sebagai tukang sampah.
            Dalam kesehariannya menjadi tukang sampah di Jakarta, Wilbur menjalankan berbagai pekerjaan seperti yang biasa dilakukan oleh Imam. Ia turut serta berkeliling kompleks untuk mengambil sampah dari rumah ke rumah, membersihkan sampah yang ada di jalan, sampai membersihkan got depan rumah seorang warga. Ia bersamaan dengan Imam juga harus berangkat bekerja jam 6 pagi dan baru kembali pada sore hari. Pada titik ini, Wilbur merasa kagum dan tersentuh karena banyak belajar tentang perjuangan hidup dan kerja keras. Ia menyadari bahwa ternyata yang ia alami sebagai tukang sampah di Inggris sangat berbeda dengan yang dialami Imam yang juga seorang tukang sampah di negara Indonesia.
            Wilbur menemukan banyak perbedaan antara tukang sampah di Indonesia dengan di Inggris yang antara lain meliputi jam kerja, upah, jaminan kesehatan, dan lain-lainnya. Rupanya pekerjaan sebagai tukang sampah di Indonesia masih saja dipandang rendah, berbeda dengan di Inggris yang menganggap tukang sampah adalah salah satu orang yang berjasa. Pandangan sebelah mata itu ditunjukkan dengan orang-orang yang tidak pernah mengucapkan terimakasih usai si tukang sampah memenuhi kewajibannya, upah minimum yang rendah, termasuk juga melarang para tukang sampah melakukan hal yang macam-macam atau menuntut apapun, sekalipun itu untuk memperjuangkan hak mereka. Mereka pun memilih bungkam dalam kepasrahan, daripada melawan dan harus kehilangan pekerjaan.
            Dari perjalanan dan kunjungannya selama 10 hari di Jakarta ini, Wilbur mendapat banyak pelajaran terutama tentang kerja keras, keikhlasan, serta kerendahan hati Imam dan kawan-kawan. Pertemuannya dengan Imam ini makin mengajarkannya untuk bersyukur dan mencintai apa yang ia miliki. Kisah singkatnya ini telah membuka mata kita tentang bagaimana sebenarnya nasib tukang sampah di negeri kita sendiri. Kita pun kini belajar untuk lebih menghargai profesi yang banyak dipandang sebelah mata tersebut. Tidak hanya itu, pemerintah juga sudah saatnya bertindak dalam peningkatan kesejahteraan tukang sampah di Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar