Black Moustache

Selasa, 17 Juni 2014

Dulu, sekarang.



Gadis yang dulunya ceria itu kini tak lagi ceria.
Dia lupa cara tertawa, bahkan tersenyum.
Dia sayang pada semua hal dalam lingkungan dimana ia bertumbuh, tapi ia selalu terlupakan.
Bahkan jadi yang selalu disalahkan.
Gadis yang dulunya selalu berlarian di padang bebas, dengan bebasnya merentangkan kedua tangan, berteriak lepas, bebas. Dia tersenyum, dia bahagia. Tanpa beban.
Dia yang dulunya sangat disayangi setiap orang, kini telah hilang. Dia yang dulunya selalu diharapkan, sekarang hanyalah sebuah beban. Bagi siapa saja.
Dia kini tak lagi matahari. Tak lagi membawa cahaya. Tak lagi menjadi pengharapan bagi orang-orang yang disayang.
Matahari itu telah terbenam dalam senja. Kini ia hanya bisa menunggu pagi yang serba tak pasti.
Dia yang dulu sangatlah berbeda dengan dia yang sekarang.
Senyumnya hilang, tawanya tak pernah nyata terlampiaskan. Ia menjalani semua-muanya dalam balutan drama yang lambat laun menggerogoti hatinya, mematikan jiwanya. Dia benar-benar berbeda.
Bagaimana bila ia dibawa ke padang bunga yang luasnya tak terkira? Biar ia bisa berlari. Biar ia bisa bernyanyi. Biar tawanya membahana sampai angkasa. Biar senyumnya disaksikan semesta.
Ia suka padang bunga, bukan bangunan tua.
Mengapa? Karena sekumpulan kupu-kupu dan kumbang yang bertasbih pada semesta demi Tuhan lebih mulia daripada sekelompok mesin yang merasa dirinya serba bisa.

#HariKedua

Tidak ada komentar:

Posting Komentar